“... Dengan ini menyatakan kemerdekaannya
...”
Setiap tanggal 17 Agustus kita selalu mendengarkan
teks Proklamasi tersebut. Proklamasi adalah tonggak perjuangan bangsa Indonesia
untuk lepas dari jajahan bangsa lain dan berdiri menjadi bangsa sendiri di
tanah sendiri.
SAAT diumumkan
bahwa Jepang menyerah pada Sekutu. Rakyat Indonesia segera langsung bergegas
untuk merayakannya. Tapi, yang utama dari yang paling utama adalah segera
memproklamirkan kemerdekaan bangsa sendiri yang tidak lagi terjajah bangsa
lain.
Soekarno Sedang Sakit Saat Proklamasi Kemerdekaan
Pada 17 Agustus
1945 pukul 08.00 (2 jam sebelum pembacaan teks Proklamasi), ternyata Bung Karno
masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Meski
saat itu bulan puasa Ramadan, namun saat itu Bung Karno tidak berpuasa karena beliau
terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah
begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah
Laksamana Maeda.
“Pating greges”, keluh Bung Karno setelah dibangunkan oleh dr. Soeharto. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan
intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi. Pukul 09.00,
Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung
Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari
serambi rumah.
“Demikianlah
Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!” ujar
Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu
menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih.
Setelah upacara
yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya karena masih meriang.
Tapi sebuah revolusi telah dimulai.
Upacara Proklamasi Kemerdekaan Dibuat
Sangat Sederhana
Bendera Merah
Putih yang dijahit Ibu Fatmawati dikibarkan setelah kumandang proklamasi. Warna
putih dibuat dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dibuat dari kain
tukang soto. Corak benderanya sama dengan corak bendera Kerajaan
Monaco sedangkan hari kemerdekaannya sama dengan hari proklamasi Republik Gabon
(sebuah negara di Afrika Barat) yang merdeka 17 Agustus 1960.
Upacara
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada
korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang
bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Bahkan konon katanya, katrol tiang bendera dibuat dari gelas
bekas sahur Moh. Hatta.
Naskah Asli Proklamasi Ditemukan di Tempat Sampah
Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang
ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak
pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah.
Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan
baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang
sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan
diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan
draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9
bulan 19 hari.
Kebohongan Demi Proklamasi
Saat tentara
Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting
tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi,
berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan
kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan.
Mendengar
jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal
negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia
Raja. Setelah
Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa
dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang
ya sobat?
Kali
ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno
memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru.
Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta
memakai paspor dengan nama “Abdullah, co-pilot”.
Lalu
beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang
industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung
Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi.
Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Gandhi mengetahui perjuangan
Hatta.
Setelah
pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa “Abdullah” itu adalah Mohammad
hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi
tahu yang sebenarnya. “You are a liar !” ujar tokoh kharismatik itu
kepada Nehru.
Naskah
Proklamasi
Ketika diketik,
beberapa kata yang mengalami perubahan. Teks awal yang ditulis Bung Karno
disalin dan dirubah ke dalam ketikan oleh Sayuti Melik. Beberapa perubahan
terjadi setelah diketik, yaitu sebagai berikut:
Kata “Proklamasi” diubah menjadi “P R O K L A M A S I”,
Kata “Hal2″ diubah menjadi “Hal-hal”,
Kata “tempoh” diubah menjadi “tempo”,
Kata “Djakarta, 17 – 8 – ’05″ diubah
menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05″,
Kata “Wakil2 bangsa Indonesia” diubah
menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”,
Pada naskah
Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik
sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Dokumentasi Proklamasi
Dokumentasi
saat hari kemerdekaan di dokumentasikan oleh Mendoer bersaudara. Kakak beradik
tersebut merupakan seorang fotografer. Alexius Imprung Mendur yang menjabat
sebagai kepala bagian fotografi di kantor berita Jepang Domei, sedangkan Frans
Sumarto Mendoer adalah fotografernya.
Menurut Wikipedia, mereka berdua merupakan anggota dari enam
Indonesia Press Photo Service pada 2 Oktober 1946.
Gelar Proklamator Lisan
Gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung
Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41
tahun! Sebab, baru 1986 Pemerintah memberikan gelar proklamator secara resmi
kepada mereka.
Perayaan Kelahiran dan Kematian
Bila 17 Agustus menjadi tanggal kelahiran
Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi pencetus pilar
Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, WR
Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa Indonesia, Herman Neubronner
van der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.
Inilah
Perintah Pertama Seorang Presiden
Konon,
perintah pertama Presiden Soekarno saat dipilih sebagai presiden pertama RI,
bukanlah membentuk sebuah kabinet atau menandatangani sebuah dekret, melainkan
memanggil tukang sate.
Itu dilakukannya dalam perjalanan pulang,
setelah terpilih secara aklamasi sebagai presiden. Kebetulan di jalan bertemu
seorang tukang sate bertelanjang dada dan nyeker (tidak memakai alas kaki).
“Sate ayam lima puluh tusuk!”, perintah
Presiden Soekarno. Disantapnya
sate dengan lahap dekat sebuah selokan yang kotor. Dan itulah, perintah pertama
pada rakyatnya sekaligus pesta pertama atas pengangkatannya sebagai pemimpin
dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari sebuah negara besar yang baru berusia satu
hari.
(Dihimpun dari berbagai sumber termasuk
apakabardunia.com dan wikipedia.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar