Selfie identik dengan
pengambilan gambar sendiri atau foto diri sendiri. Berasal dari kata “self”, selfie memiliki makna bagaimana kita mengetahui diri sendiri,
mengenali diri sendiri, dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Dengan percaya
pada kemampuan sendiri maka berarti bukan untuk meniru atau juga copy paste.
D
|
ewasa ini banyak di antara kita yang memiliki kemampuan
untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan bakat diri, namun tak jarang
mereka yang berani menunjukkannya. Kurangnya rasa percaya diri lah yang menjadi
faktor utamanya. Keberanian membutuhkan kemampuan dan pengetahuan. Sebaliknya
juga, kemampuan dan pengetahuan tanpa keberanian tak ada gunanya.
Seringkali juga kita melihat,
mendengar, dan mendapati banyak orang yang dengan mudahnya meniru dan
menduplikat. Di dunia perfilman contohnya, beberapa film atau karya seni sineas
kita tercipta atas dasar copy paste
hasil dari negara lain. Sungguh ironis mengingat kita bangsa kita bangsa yang
besar, sudah mati kah ide dari anak bangsa ini?
Copy
paste sendiri merupakan bagian dari bahasa TIK. Copy paste sangat akrab dengan kita.
Dengan copy paste, selain mempersingkat
cara kita kerja, mengefisienkan waktu kerja, juga memudahkan kita. Namun yang
muncul adalah mudahnya orang mengambil data orang lain, meniru, kemudian
merename, bukankah itu membajak, bukankah itu plagiat?
Mungkin generasi sekarang ini adalah
generasi produk copy paste, generasi
yang suka meniru, sehingga ide kreatif dan orisinalitasnya pun tumpul bahkan
mati. Sekedar mengingatkan, kemarin kita dihebohkan dengan banyaknya anak muda
bergaya ala korea, jepang, maupun india. Yang jadi pertanyaannya, apakah kita
bangsa Indonesia sudah kehilangan jati dirinya sehingga budaya pun harus
mengimport dari negara lain? Dulu negara-negara lain sangat iri dan ingin
meniru ketoleransian dan kegotongroyongan bangsa kita bukan?
Meniru sudah menjadi budaya di
negeri yang katanya negeri seribu budaya ini. Tak terkecuali dengan dunia
pendidikan kita. Sering kita melihat banyak siswa terbiasa untuk copy paste dalam hal apapun. Mengerjakan
tugas, membuat makalah, presentasi, bahkan sewaktu evaluasi atau pun tes, cara copy paste pun lazim para siswa gunakan.
Parahnya, beberapa mereka yang melakukan cara copy paste ini hanya tinggal meniru dan menyalin tanpa didasari
pengetahuan yang kuat. Pada akibatnya, mereka pun tak tahu apa yang mereka
salin, apakah itu salah ataukah benar. Ini lah yang sangat membahayakan bagi
generasi sekarang, menyalin tanpa dasar pengetahuan. Jika sekarang ini para
siswa terbiasa seperti itu, lantas bagaimana mereka ke depannya kelak?
Tak selamanya semua kesalahan harus
ditimpahkan kepada siswa. Bimbingan, arahan, dan pengawasan kepada tunas bangsa
ini lah yang harus senantiasa diutamakan karena kepada mereka lah kehidupan
bangsa ini berlangsung nanti. Dorongan untuk lebih percaya akan kemampuan diri
lah yang seharusnya lebih mereka dapatkan, bukan ancaman seperti tidak lulus,
tidak tuntas, atau tidak lainnya. Mereka harus lebih dan semakin akan
kemampuannya. Bukankah sesuatu yang wajar jika ada sebuah kesalahan dalam
belajar? Pada hakekatnya, inti belajar tidak terletak pada hasil akhirnya, tapi
proses dari belajar itu sendiri. Tak bijak rasanya ketika kita melihat para
harapan bangsa ini bisa berhasil, menang namun dengan cara yang curang, meniru
salah satunya. Sekecil apapun kecurangan itu, tetap saja sebuah kecurangan dan
kejahatan. Jika hari ini terbiasa melakukan kecurangan, bagaimana dengan nanti?
Mungkin korupsi, kolusi, nepotisme, atau bahkan merampok, dan membunuh?
Di beberapa media seringkali kita
mendengar berbagai macam kefatalan dan kesalahan meskipun terdapat para ahli berkecimpung
di dalamnya. Kesalahan fundamental struktur bangunan suatu gedung, dokter
dengan malprakteknya, dan masih banyak lagi. Mari berkaca dengan contoh di
atas, bukan sesuatu yang tabu yang harus ditutupi, inilah kenyataan yang
terjadi. Mungkin juga ini salah satu bagian akibat kebiasaan kecurangan, meniru atau copy paste. Copy paste yang mereka lakukan sewaktu di bangku kuliah memang
sungguh membantu mereka dalam meraih gelarnya. Semua itu demi apa? Demi yang
namanya nilai dan gelar semata. Ya, dengan cara yang instan dan cepat. Akan
tetapi, imbas itu semua adalah hanya berapa persen saja pengetahuan yang
benar-benar mereka pelajari dan mereka dapatkan. Copy paste lazim digunakan bagi mereka yang suka menyelesaikan
sesuatu dengan cara yang instan. Suatu pembodohan diri sendiri. Bukankah
seinstan-instannya mie instan yang kita buat, kita pun harus merebusnya bukan?
Mari belajar untuk lebih menghargai
sebuah proses. Bangsa ini tidak butuh orang yang cukup dengan gelarnya saja.
Bangsa ini butuh mereka yang jujur, kreatif, idealis, originalitas, dan penuh
percaya diri. Semua manusi tercipta dengan kemampuan, hanya manusia sendiri lah
yang terkadang membatasi kemampuannya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar