Kamis, 28 Januari 2016

PENGORBANAN SEORANG SAHABAT







KARYA :SITHA KIRANA PUTRI


D
isuatu pagi yang cerah, hamparan padang rumput yang luas di temani dengan bunyi kicauan burung, matahari yang menampakkan diri. Disinilah ditaman yang begitu indah ini, terbentuk sebuah janji, janji akan bukti dimana mereka mulai menjalin sebuah persahabatan. Persahabatan yang terjalin diantara dua gadis kecil mungkin mereka masih berusia 5 tahun, karena dilihat dari gaya segi bicara mereka. “Qaireen, Qisya janji, Qisya bakal jaga Qaireen Qisya enggak bakal tinggalin Qaireen”  Ucap salah satu gadis tersebut, yang beernama Qisya. “Qaireen juga akan jaga Qisya, Qaireen juga enggak bakal tinggalin Qisya” gadis yang bernama Qaireen tersebut memeluk sahabat tersayangnya.
-12 tahun kemudian

Waktu telah berlalu, kini tiada lagi kata-kata konyol yang terdengar lagi ddari mereka. Kini mereka telah menjadi gadis belia umur mereka kini sudah 17 tahun, mereka menepati janji yang mereka ucapkan dulu dengan matahari dan tuhan pun yang menjadi saksi. Hari ini mereka berencana akan kembali ketempat kenangan mereka, yaitu Taman. Mereka berjalan beriringan tangan mereka yang saling menggenggam disetiap jalan mereka saling bercanda tawa. Sesampainya di taman, mereka duduk di sebuah kursi panjang. “Qaireen lihat deh disana ada kupu-kupu banyak, kita kesana yuk” ajak Qisya yang menunjuk-nunjuk segerombolan kupu-kupu yang berterbangan. “Ayuk” Qaireen menggandeng tangan Qaisya, dan mereka menghampiri kupu-kupu tersebut. “Qisya kupu-kupunya indah sekali ya” Qaireen dan Qisya menatap kupu-kupu tersebut. “Qaireen ayo kita tangkap kupu-kupu ini yang menang nanti digendong sampai rumah, yang kalah berarti yang gendong, ok” tawar Qisya kepada Qaireen. “Ok, siapa takut” Qaireen menerima tawaran Qisya dengan senang hati. “Aku hitung ya, 1......2.....3...” mereka mulai berlarian mengejar kupu-kupu yang mulai berterbangan menjauh. Disaat itu juga terdengan gelak tawa diantara mereka berdua, namun beberapa detik kemudian Qaireen merasakan nyeri dibagian dadanya, Qaireen meremas dadanya yang sangat nyeri itu, pandangannya gelap hingga akhirnya Qaireen jatuh pingsan. Qaisya yang melihat Qaireen jatuh pingsan pun panik dan menghampiri Qaireen. “Qaireen, Qaireen kamu kenapa” Qisya begitu panik, ia bingung apa yang harus ia lakukan, akhirnya ia pun menghubungi orang tua Qaireen.
Orang tua Qaireen dan Qisya membawa Qaireen kerumah sakit dan Qaireen dibawa ke UGD. Setelah 30 menit berlalu, dokter keluar dengan raut wajah yang terlihat sedih. “Bagaimana keadaan anak saya dok ?” tanya mama Qaireen yang sedang menangis tersedu-sedu. “Anak ibu mengalami kanker hati sudah stadium akhir dan anak ibu harus cepat mendapat pendonor hati jika tidak, mungkin anak ibu tidak terselamatkan” ucap sang dokter. Orang tua Qaireen dan Qisya syok mendengar perkataan dokter tadi, pasalnya Qaireen tidak pernah memberitahu mereka jika Qaireen mengidap penyakit kanker hati. “Baik pak, bu saya permisi dulu jika ada  pendonor hubungi saya” dokter itupun melangkah pergi meninggalkan mereka. “Tan, Qisya mau kok donorin hati Qisya buat Qaireen” ucap Qisya yang tak tega melihat sahabatnya terbaring lemah. “Tapi, Qisya apa kamu benar-benar ikhlas ngerelain hati kamu begitu saja ?” ucap mama Qaireen dengan memegang pundak Qisya. “Qisya ikhlas kok tan, demi Qaireen” ucap Qisya. “Terimakasih banyak nak, kamu memang anak yang baik” ucap mama Qaireen. Mereka menghampiri dokter yang sedang berada di ruangannya. “Dok, anak ini yang akan menjadi pendonor anak saya” ucap mama Qaireen. “Baiklah, mari kita segera mulai operasinya” ucap dokter tersebut. Mereka berjalan menuju ruang operasi.
Beberapa jam kemudian....
Dokter keluar dari ruang operasi. “Pak, bu alhamdulillah operasinya berhasil” ucap sang dokter. “Alhamdulillah, terimakasih dok” ucap papa Qaireen berterimakasih. “Iya sama-sama pak” ucap dokter. “Apa kami sudah boleh masuk dok ?” tanya papanya Qaireen. “Oh, sudah silahkan pak, bu” ucap dokter. Mereka pun masuk keruangan tempat Qaireen di rawat.
Qaireen tersadar dari komanya, kini semua keluarga Qaireen dan keluarga Qisya berkumpul didalam ruangan Qaireen, Qaireen menatap sekelilingnya. “Qi-Qisya ma-na” ucap Qaireen terbata-bata karena terhalang dengan alat bantu pernafasanya. Helen menatap Bayu kebingungan, seolah bertanya ‘ Bagaimana ini ‘. Helen bingung harus menjawab apa, akhirnya Bayu pun angkat bicara. “Kamu yang sabar ya, sayang” ucap Bayu tak tega karena melihat ekspresi dari anak semata wayangnya ini. “Ma-maksudnya pa ?” saut Qaireen. “Qisya udah donorin hatinya buat kamu” ucap Bayu. “Apa.... enggak-enggak mungkin Qisya ninggalin aku” Qaireen syok mendengar kabar bahwa Qisya telah meninggalkannya. “Tenang syang, ikhlasin Qisya” Helen menenangkan anaknya itu. “Sebelum operasi tadi, Qisya nitip ini pada papa”         Bayu menyodorkan secarik kertas putih pada Qireen. Qaireen membuka surat tersebut dan membacanya. “Hay Qaireen, saat kamu baca surat ini pasti aku sudah enggak ada. Kamu jangan nangis ya, aku enggak mau sahabat aku menangis karena aku. Maafin aku, aku enggak bisa jagaain kamu selamanya, tapi kamu jangan khawatir aku selalu ada untukmu. Sekarang hati aku sudah jadi hati kamu jaga hati aku ya, dengan jaga hati aku kamu juga bakal jaga aku juaga. Selamat tinggal Qaireen, Qisya sayang Qaireen” itulah sepenggal kata yang ditulis oleh Qisya walaupun hanya sepenggal, namun mampu membuat air mata mereka berderaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar